Kiss me Jogja





Kiss me Jogja
By:  Tanto Didimus
 (English Letters Department of Sanata Dharma University)
Salam sahabat, salam jumpa dalam jeritan rasaku, kertas penyampai cerita hidup ini. Kenalkan aku Yudha, lengkapnya Angelo Manganju Yudhasta. Aku anak rantau dari timur Indonesia. Anak timur yang mencoba mencari perantauan di tanah istimewa ini, Yogyakarta. Aku mahasiswa sanata dharma Yogyakarta angkatan 2014, mahasiswa tahun pertama.
Yogyakarta  seperti namanya yang istimewa selalu menghangatkan dengan keistimewaannya. Indonesia mini, begitu mereka menjulukinya. Tapi ini, jogja ini terlalu istimewa untuk hanya disebut jogja mini, ini rumah.
Romantisme adalah kecupan pertama yang kudapatkan dari istimewanya semesta Yogyakarta. Lampu- lampu kuning emas pudar, polesan bangunan-bangunan tua yang sangat khas, jajanan dan situasi yang hangat, pusaran indahnya senja sepanjang Malioboro dan benteng Vredeburg kala petang menjemput menjelaskan dengan sangant sempurna romantisnya kota tua ini. Duduk di bawah patung gajah di persimpangan benteng Vredeburg saat matahari kian meninggalkan petang, mengamati senyum, tawa, keletihan, cinta, rindu dan berjuta ekspresi lainnya yang lalu-lalang berbagi romantisme yang sama di kota ini. Luar biasa, momen ini tercatat di bukuku Sabtu, 2 Agustus 2014.
Kecupan kedua tiba. Minggu, 11 Januari 2015 membawa cerita istimewa buatku. Setelah satu semester melihat, mengenal, dan  merasakan Yogyakarta, mungkin telah tiba saatnya aku berasa bersama penghuninya.
Dia gadis yang teramat manis. Ia lahir 5 April, parasnya putih kuning khas Yogyakarta. Rambutnya sebahu, pendek memberikan rasa nyaman yang teramat luar biasa persis seperti Jogjanya ini. Tingginya sedaguku, mungil  memberikan kepercayaaan buatku untuk memeluknya, melindunginya. Ia anak  ketiga dari empat bersaudara ia tangguh sama seperti orang tuanya yang kukenal, ia luar biasa. Namun satu hal yang sangat aku suka ialah kami dipertemukan semesta dalam keajaiban.
Kutarik waktuku sebulan mundur, 11 Desember 2014 pukul 20.41 adalah saat pertama kami berjumpa. Happy Puppy Jogja Tronic ultah Yufri sahabatku menjadi setting yang sempurna untuk hanya sekadar mencitra siapa dia. ‘‘Dia lumayan’’, kesan pertamaku berjumpa, kami pergi tanpa saling bertukar nama. Keempatan kedua, kapel St. Belarminus Sanata Dharma Minggu, 14 Desember 2014 pukul 07.49 misa minggu pagi. Masih teringat dengan jelas hari itu ia mengenakan flat hitam polosnya, rok biru serta baju strip hitam putih horisontalnya. ‘’Oh my God, sangat manis’’, itu komentarku saat itu. Namun kembali kami berpisah tanpa bertukar salam, tetapi aku dapatkan rona senyumnya saat senyum itu ia tujukan padaku. Terima kasih semesta. Pertemuan ketiga terjadi pada hari yang sama mengambil setting  Alun-Alun Kidul. Saat itu aku bersama Dion dan Christian dua sahabatku, dan ia bersama beberapa sahabatnya.  Aku sejenak berpikir mungkinkah kali ini aku harus pergi tanpa mengantongi namanya? Sepertinya semesta memaksaku untuk menjual namaku terlebi dahulu. Aku ingin maju ke kerumunan mereka, agak ragu sampai ia memalingkan binar matanya ke arahku. “ Eh,.. kamu, em,…”,  katanya ragu. “ Yudha mbak, kita dah beberapa kali bertemu”, sambarku dengan cepat. “ Iss,.. bukan kamu, sampingmu tuh”,  balasnya singkat. Aku spontan memerah karena malu. “ Becanda, kamu kok. Aku April, pengen kenalan kan?”.  Kami berkenalan, bertukar  kontak dan kami berpisah.Singkat cerita kami menjadi semakin dekat karena aku dan ia saling menerima satu sama lain. Aku perlahan masuk kedalam kehidupannya. Sepertinya semesta mecibtakan suatu keajaiban lagi dalam orbit hidupku. Sekali lagi terima kasih semesta.
Di samping cerita si manis ini, aku punya kepiluan sahabat. Aku anak seorang petani, kedua orang tuaku, semuanya petani. Penghasilan mereka  yah, kasarnya tak sampai pada angka Rp.500.000 sebulan. Aku berjuang untuk ada di tempat ini, sangat keras. Sahabat aku tak pernah masuk SMA. Aku masuk biro jasa perawat pembantu ketika lulus smp yah karena lima ratus ribu penghasilan itu tadi, apalagi aku juga masih punya seorang adik yang duduk di bangku SMP. Semuanya terasa sangat susah. Istimewa, memang sangat istimewa kota ini, dan aku merasa tak cukup istimewa untuk menjadi bagian darinya. Tuhan, kemana Kau pergi membiarkanku tertindih kesakitan ini. Aku mengikuti program kelas penyetaraan SMA setelah aku menyelesaikan kursus perawatku pun sambil bekerja tentunya. Aku sangat ingin sekolah. Untungnya semesta selalu mencibtak keajaiban untukku.
Aku ingin kuliah. Aku ingin sekolah. Aku tak ingin ketingalan karna aku sangat sadar kalau pendidikan ini penting. Aku  tertatih di jogja ini. Tak mungkin aku mengaharapkan uang dari ayah dan bunda. Senyum tulus dan dukungan yang teramat luar biasa adalah bekal yang sudah sangat berarti bagiku. Setelah berhenti dari pasien lamaku dan pindah ke Yogyakarta, aku butuh pekerjaan lagi. Aku bingung harus sekolah kah atau harus bertahan hidup dulu sekarang. “Aku sangat ingin sekolah Ya Semesta, tolonglah”, pintaku dalam setiap doaku. Di setiap sela aku berkutat dengan lirih hidupkulah, bidadari ini terus memeluk menguatkanku, menggenggam semangatku tuk terus maju. Oia sahabat aku telah menjadi kekasinya dua minggu setelah perkenalan itu, 31 januari 2015. Tanggal sakral untuk aku berani bilang cinta dan memintanya temani hatiku. Setiap aku bercerita lirihnya nasipku ia selalu bilang “hei, tenang, sabar. Jika kita sedang susah sekarang, itu berati kita sedang menghabiskan jatah susah di hidup kita. Habiskan saja semua dan bertahan. Supaya nanti, sebentar lagi hanya kebahagian dan kesenangan yang ada”. Kata-kata yang sangat luar biasa kan sahabat?
Kembali cerita soal aku yang susah.  Melalui usaha yang baik dan berkat Yang Ilahi, aku mendapatkan biro yang baik di Yogyakarta.UKPM/ CD RS Bethesda adalah nama biro itu. Aku ditempatkan di Merapi Merbabu Hotel, merawat Kakek Rohman. Sahabat sulit untuk bekerja sambil kuliah, tak bisa sebebas teman-teman lain, aku harus menjaga Kakek sepanjang hari, kecuali pada  jam kuliahku. Jalan-jalan, hang out, apalagi nongkrong  bersama teman-teman di lain pihak  hanya menjadi utopia-ku saja. Rasakan setiap liku itu. Perih, sakit hati, iri, aku menyalahkan Tuhan untuk semua itu.  “ Tuhan tak adil !!!”,  aku selalu marah dengan kalimat itu. Mengapa aku tak terlahir seperti teman teman yang lain. ‘’Mengapa aku selalu susah Ya Tuhan, apakah semua doaku berujung sampah di surga. Apakah sia sia berdoa dan memohon, bertahan dan bekerja seperti ini, apakah aku kurang kiat berkerja dalam kesusahan ini, jawab Tuhan, jawab,.. jangan lari !!!”  aku berteriak persis seperti itu, dalam doaku di gereja St. Maria Asumta Babarsari Minggu, 18 Januari 2015.
Sahabat, cinta membantuku mendekap harapan lagi. Gadis ini, bidadari sempurna ini mengangkatku dari kotak sampah kekecewaan. Terima kasih sayang untuk ada. Aku perlahan disadarkan untuk bersyukur dan tetap semangat melalui kata kata indah nan berartinya, “ Semua yang telah terjadi, percalayah sayang kalau itulah yang terbaik yang dapat terjadi. Kamu bisa kok, aku aja yakin, kamu harus lebih yakin. Oia kaka Yesus ada nitip pesan buad kamu tadi. Katanya doamu tidak disampahkan, hanya disimpan sampai penuh, katanya kotakmu lebih besar dari manusia yang lainnya, katanya kamu spesial. Yah aku sih percaya percaya aja kamu spesia, buktiin donk kamu kuat, kamu ngga biasa, kamu spesial…”, aku merangkulnya, mendekap, menatap matanya pelan. Nafasku mendesah pelan persis di depan hidungnya dan entah bagaimana semesta mendorongku menciumnya. Pelan, tenang dan sangat tulus.

Yogyakarta, selalu saja istimewa, spesial dan tak biasa. Ciuman bidadariku, ciuman usahaku untuk bertahan hidup, ciuman usaha sekolahku, ciuman Tuhan yang selalu kusalahkan, ciuman semesta yang selalu mendorongku, wow… semuanya jogja sediakan untukku. Jogja menciumku dengan sangat sempurna.  Utnuk ciuman cerita cinta, itu sangat special, itu kurasa membuatku pantas menjadi bagian dari istimewanya Jogja, untuk ciuman pendidikan kuarasa memantaskanku menjadi bagian dari kota pelajar ini, dan untuk perjuanganku menyiratkan aku pantas menjadi bagian dari kota pejuang ini. Semuanya istimewa. Oia sahabat, untuk kalian yang ingin tahu, nama Kekasiku Aprilia Aprodithe Sophia Setyianingrum. Untuk semua yang telah terjadi aku akan terus meminta pada kota istimewa ini, “Kiis me Jogja”.

0 komentar:

Posting Komentar